MAKALAH BIOKIMIA FPIK UB

MAKALAH BIOKIMIA
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Pembimbing: Dr. UunYanuhar, S.Pi, MSi
 







                                   DisusunOleh:

    Prayogi                                    (125080100111049)               
                      Erna Hardiana                        (135080101111005)
    Eny Febriana                          (135080101111108)
    Lenny Kristin P                      (135080101111113)
    M. Rahardian                         (135080107111006)


                                   Kelas        : M03


MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014


KATA PENGANTAR












BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari proses modernisasi dan industrialisasi. Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis. Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian toksikologi
2.      Klasifikasi Bahan Toksikan
3.      Karakteristik Toksikologi
4.  Distribusi dan Ekskresi Toksikan
5. Efek Toksik pada Lingkungan

1.3  Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Toksikologi
2.      Untuk Mengetahui Klasifikasi Bahan Toksikan
3.      Untuk Mengetahui Karakteristik Toksikologi
4.      Untuk Mengetahui Distribusi Dan Ekskresi Toksikan
5.   Untuk Mengetahui Efek Toksik Pada Lingkungan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toksikologi
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

2.2 Klasifikasi Bahan Toksikan
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Ø  Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
Ø  Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
Ø  Sumber : tumbuhan dan hewan
Ø  Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll
Ø  Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
Ø  Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
Ø  Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
Ø  Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya ditinjau dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk pengobatan.

2.3 Karakteristik Toksikologi
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan  dosis  lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi.

2.3.1  Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :
·      Reaksi alergi
Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai “ hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai untuk menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi alergi timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya jarang ditemukan.

·     Reaksi ideosinkrasi
Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau bahan polutan.
·      Toksisitas cepat dan lambat
Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu dari waktu timbul pemberian.
·     Toksisitas setempat dan sistemik
Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan masuk toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba pada beberapa tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat kemudian sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral dan kulit, sedangkan otot dan tulang merupakan target yang paling belakangan.

v  Respon toksik tergantung pada :
·         Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut
·         Situasi pemaparan
·         Kerentanan sistem biologis dari subyek
v  Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :
·     Jalur masuk ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian “keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
·         Jangka waktu dan frekuensi paparan
o   Akut             : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
o   Sub akut     : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1 bulan atau kurang
o   Subkronik    : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3 bulan
o   Kronik        : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan toksi.

2.4 Jalur Masuk Dan Tempat Pemaparan
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru (inhalasi), kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal). Bahan toksik umumnya menyebabkan respon yang paling cepat bila diberikan melalui jalur intravena.
Disamping itu, jalur masuk dapat mempengaruhi toksisitas dari bahan kimia. Sebagai contoh, suatu bahan kimia yang didetoksifikasi di hati diharapkan akan menjadi kurang toksik bila diberikan melalui sirkulasi portal (oral) dibandingkan bila diberikan melalui sirkulasi sistematik (inhalasi). Pemaparan bahan – bahan toksik dilingkungan industry seringkali sebagai hasil dari pemaparan melalui inhalasi dan topical, sedangkan keracunan akibat kecelakaan atau bunuh diri seringkali terjadi melalui ingesti oral.



2.5 Jalur Waktu dan Frekuensi Pemaparan
Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan dapat diterangkan dengan percobaan binatang. Pada percobaan binatang ahli toksikologi membagi paparan akibat bahan polutan menjadi 4 kategori, yaitu akut, sub akut, sub kronis, dan kronis. Paparan akut apabila suatu paparan terjadi kurang dari 24 jam dan jalan masuknya dapat melalui intravena dan injeksi subkutan. Paparan sub akut terjadi apabila paparan terulang untuk waktu satu bulan atau kurang, paparan sub kronis bila paparan terulang antara 1 sampai 3 bulan, dan paparan kronis apabila terulang lebih dari 3 bulan.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada pertama akan merusak sistensim saraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separuhnya maka efek yang terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek.
Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama sebagai bahan baku didalam industri semakin hari semakin meningkat.walaupun zat kimia yang sangat toksik sudah dilarang dan dibatasi pemakaiannya, seperti pemakaian tetra-etil timbal (TEL) pada bensin, tetapi pemaparan terhadap zat kimia yang dapat membahayakan tidak dapat dielakkan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap manusia bisa bersifat kronik atau akut.  Pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja (pada kasus bunuh diri atau dibunuh), dan pemaparan kronik biasanya dialami para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya.  Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek lokal), bisa juga efek sistematik setelah bahan kimia diserap dan tersebar ke bagian organ lainnya.  Efek toksik ini dapat bersifat reversibel artinya dapat hilang dengan sendirinya atau irreversibel  yaitu akan menetap atau bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan.  Efek irreversibel (efek Nirpulih) di antaranya karsinjoma, mutasi, kerusakan syaraf, dan sirosis hati.
Efek toksikan reversibel (berpulih) bila tubuh terpajan dengan kadar yang rendah atau untuk waktu yang singkat, sedangkan efek terpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang lebih tinggi dan waktu yang lama (Rukaesih Achmad, 2004:170)
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara laboratorium dengan peneltian lapangan (Kenndall and Akerman, 1992). Pendekatan eksperimental digunakan dalam analisis bahan berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek dapat dikembangkan pada beberapa tingkat yang berbeda kompleksitasnya, tergantung pada target dari studi suatu organisasi misalnya satu spesies, populasi, komuniats atau ekosistem. Hal ini tergantung pada tipenya seperti panjang dan pendeknya waktu kematian, khronis atau respon pada sub-khronis, kerusakan reproduktif. Sehingga diperlukan kesepakatan diantara kenyataan ekologi dan kesederhanaan dalam prosedur serta interpretasi hasil.
Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat ireversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan terus menerus dari bahan toksik.

2.6 Distribusi dan Ekskresi Toksikan
v  Distribusi toksikan
Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.
v  Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi toksikan :
·         Hati dan ginjal
Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan hati mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup tinggi kapasitasnya dalam proses biotransformasi toksikan.

·         Lemak
Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat yang larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan polybrominated biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan pelarut yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 % danberat badan pada orang yang gemuk dan 20 % dari orang yang kurus. Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk menjadi lebih rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.
·         Tulang
Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa seperti Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang merupakan tempat penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh ditemukan pada skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak ,mengakibatkan kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi penyimpanan Fluoride dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal fluorosis).
v  Ekskresi toksikan
Toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute. Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan dalam tubuh.
Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu diantaranya : hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan Pb ; paru dalam ekskresi gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan pada keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).
v  Ekskresi urine
Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi toksikan dari tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme yang sama seperti pada saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.
v  Ekskresi empedu
Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah setelah diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah distribusi bahan toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh.


v  Rute Substansi Toksik
Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran pencernaan, cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang berbentuk gas pada kondisi suhu badan dan “volatile liquids” dapat diekskresi melalui paru. Jumlah cairan yang dapat dikeluarkan melalui paru berhubungan dengan tekanan uap air. Ekskresi toksikan melalui paru ini terjadi secara difusi sederhana. Gas yang kelarutannya rendah dalam darah dengan cepat diekskresi sebaliknya yang tinggi kelarutannya seperti chloroform akan sangat lambat diekskresi melalui paru.
Efek kesehatan dari B3 secara fisiologi seringkali kurang jelas daripada bahaya fisik. Dan data efek kesehatan dari paparan kimia, khususnya paparan kronis sering tidak lengkap dan terpublikasikan.
Efek lokal terjadi pada area tubuh yang kontak dengan bahan kimia. Contohnya adalah luka karena asam atau luka paru-paru karena menghirup gas yang reaktif. Efek sistemik terjadi setelah bahan kimia terserap dan terdistribusi dari titik masuk ke bagian lain tubuh. Kebanyakan substansi memproduksi efek sistemik, tetapi beberapa substansi juga bisa menyebabkan dua jenis efek tersebut. Sebagai contoh adalah tetraethyl lead, (ket: aditif bensin), berefek kontak pada kulit, terserap dan tertransporkan di tubuh yang berefek pada sistem syaraf pusat dan organ tubuh lainnya.
Description: systemic and local effects Bahan Berbahaya dan Beracun Di Sekitar Kita
Untuk beberapa substansi, efek terbesar dan respon paling cepat terjadi ketika substansi langsung masuk dalam sirkulasi darah. Rute substansi toksik masuk ke dalam tubuh adalah:
  •   Inhalasi (bernafas)
  •   Absorpsi (melalui kulit atau mata)
  •   Ingesti, oral (makan, menelan)
  •   Transfer dari plasenta ke janin
  •   Intravena (injeksi ke vena)
  •   Intramuskular (injeksi ke otot)
  •   Subkutan (injeksi di bawah kulit)
  •   Intraperitoneal (injeksi ke dalam membran yang membatasi dinding dalam abdomen)
Description: nano particles internalized in cells Bahan Berbahaya dan Beracun Di Sekitar Kita


2.7 Tujuan toksikologi lingkungan antara lain
•        Mencari  substansi  yang  aman
•        Mencegah terjadinya efek yang tidak dikehendaki racun terhadap organisme
•        Membuat kriteria dasar untuk standardisasi lingkungan
•        Memperbaiki cara  pengobatan
•        Menilai risiko dan memberikan saran atau rekomendasi untuk minimalisasi efek Xenobiotik

Belajar tentang toksikologi lingkungan, maka sebagai dasarnya harus mampu mempelajari Perjalanan zat toksik (analisis pemaparan zat toksik) dimulai dari  pengeluaran zat toksik dari sumber (emisi) ke lingkungan. Perlu diketahui dengan baik antara lain  kuantitas zat, lokasi sumber pencemar dan frekuensi pengeluaran  introduksi zat  toksik  ke dalam lingkungan bisa terjadi secara alamiah (misal gunung meletus) maupun disengaja (insidentil atau aksidentil). Emisi tidak hanya berbentuk konsentrasi, tetapi juga dalam jumlah. Selanjutnya dalam lingkungan (media, wahana) zat toksik mengalami pemaparan mulai transpor (perjalanan), pengenceran dan transformasi (berubah menjadi zat lain/perubahan struktur). Proses transpor dapat berupa adveksi, difusi, dispersi, hidrolisis, oksidasi, reduksi, biodetoksivikasi, bioaktivasi dll.
Di dalam ligkungan zat dapat mengalami pengenceran misalnya  pemaparan zat SO2 dari sumbernya 4 ppm, ketika bergerak melalui udara bervolume 1000 x lebih besar dibanding volume pemaparan zat SO2 maka akan terjadi pengenceran 1000 kali. Dengan demikian konsentrasi menjadi 0,004 ppm ketika berada di udara . Keberadaan pencemar tidak hanya di media udara tetapi juga bisa di air, tanah, organisme, rantai makanan Oleh karena itu perlu juga dilakukan identifikasi konsentrasi zat pada tiap media lingkungan, area geografis yang terpapar zat, dan durasi pemaparan zat, kemudian zat toksik mulai masuk ke dalam tubuh organisme (imisi) dipengerahui antara lain mobilisasi, persistensi dan akumulasi disamping faktor yang secara umum telah banyak diketahui yaitu  karakteristik individu dan cara masuk akhirnya timbul efek biologi (efek farmakokinetika).
Perubahan struktural :
      1.      Pengurangan keanekaragaman hayati
      2.      Penurunan kecepatan reproduksi
      3.      Penurunan kemampuan pemulihan diri
Perubahan fungsional
      1.      Kemandulan
      2.      Perubahan sifat menjadi lebih buruk
      3.      Kematian dll

Efek yang timbul
•  efek akut :  kematian
•  efek kronis : perubahan gen, perubahan kemapuan bereproduksi, perubahan perkembangan, perubahan perilaku



Target efek
Ø  Efek lokal: terjadi pada target pertama kontak toksikan (misalnya ; perubahan warna, luka bakar, erosi bagi ikan
Ø  Efek sistemik : terjadi melalui absorbsi dan distribusi zat ketempat yang jauh dari target pertama. Resultante efek  berupa aditif, sinergi, potensiasi dan antagonistik

2.8 UJI TOKSISITAS
Kulaitatif : Uji toksisitas kualitatif biasanya dilakukan atas dasar gejala penyakit yang timbul. Misal anemi : untuk keracunan Pb
Kuantitaif : perlu diketahui terlebih dahulu apakah zat yang dicurigai mudah larut, apakah mudah menguap dll. Jika pada aplikasi di industri bahwa zat menguap, maka eksposur yang terjadi melalui inhalasi. Dengan sendirinya akan ditentukan pula hewan uji yang akan digunakan.
Perlu dikethui dengan baik bahwa uji toksiisitas bertujuan untuk mencari dosis aman atau mencari kriteria untuk standarisasi kualitas lingkungan. Uji hewan atau bio esei pada akhirnya juga dimaksudkan untuk ekstrapolasi hasil terhadap manusia untuk mencari dosis yang aman. Dahulu orang lebih seringg menggunakan LC50 atau LD50, tetapi perkembangan terakhir, orang mencari dosis atau konsentrasi maksimum yang tidak menimbulkan efek atau NOEL(No Observed Effect Level) atau NOAEL( No Observed Adverse Effect Level)

2.8.1        LINGKUNGAN
Penelitian toksikologi dalam perairan dapat dilakukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi apakah efluen dan badan air penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut atau kronis. Uji TCLP (toxicity concentration leaching procedure) merupakan metoda yang dapat digunakan untuk meneliti tingkat toksisitas dari limbah padat. Lumpur yang dihasilkan dari ipal dapat mengandung berbagai senyawa toksik sesuai dengan proses yg terjadi pada industri maupun senyawa kimia yang digunakan dalam proses ipal . Begitu pula IPAL yang mengolah limbah domestik. Dalam lumpur IPAL perkotaan ditemukan lumpur yang mengandng logam berat Al, Cd, Co, Cu, Cr, Fe, Mn, Hg, Mo, Ni , Pb, Ti Dan Zn.
Penelitian toksisitas di udara dibagi 2 yaitu  outdoor dan indoor. SO2, patrikulat (smoke), FOG(smog) merupakan toksikan yang sering terdapat di udara. Penelitian di lapangan dapat dilakukan dengan melihat efek pada tanaman seperti mengamati efek polutan sulfur dari gunung api Merapi terhadap vegetasi sekitarnya.
2.8.2 XENOBIOTIK
Untuk mengetahui hubungan antara xenobiotik dengan respons tubuh terhadap racun.Dosis dapat berupa : LD (letal dosis) LC (letal consentration), ED (dosis efektif). Respon yang dicari dapat berupa kematian atau respons perubahan fungsi atau biokimiawi organisme
Uji dengan skala laboratorium akan lebih mudah karena dapat dibuat bebas patogen, keadaan steril cahaya buatan, eksposur konstan, populasi homogen, zat racun murni. Tetapi jika langsung kealam maka banyak kebdala yang harus dihadapi antara lain tidak bebas patogen, tidak dapat disterilkan, cahaya alamiah tidak dapat dikontrol, eksposur tidak jelas, populasi heterogen dan racun campuran.

2.9 Efek Toksik pada Lingkungan
a. Protein
Kehadiran senyawa protein di dalam badan perairan berasal dari sampah domestik dan buangan industri. Beberapa jenis industri yang mengeluarkan buangan mengandung protein antara lain: industri susu,mentega, keju, pengolahan makanan/minuman, tekstil, penyamakan kulit danindustri pertanian. Kehadiran protein di lingkungan perairan umumnya tidak langsung bersifat toksik tetapi dapat menimbulkan pengaruh atau efeknegatif, antara lain.terbentuknya.media.pertumbuhan.berbagai.organisme patogen, menimbulkan bau tidak  sedap dan meningkatkan kebutuhan BOD(Biological Oxygen Demand) (Dix, 1981).

b. Karbohidrat
Selain berasal dari sampah domestik, karbohidrat juga dapat berasal dari buangan industri. Masuknya karbohidrat ke dalam air dapat menyebabkan peningkatan BOD dan menimbulkan warna pada air.
c.  Lemak dan minyak
Buangan.yang.mengandung.lemak.dan.minyak.dapat.berasal.dari berbagai kegiatan industri. Perairan laut juga dapat kemasukan minyak yang berasal dari pengoperasian kapal, kilang minyak, sisa pembakaran bahan bakar minyak di atmosfer yang jatuh bersama air hujan, buangan industri,limbah perkotaan, kecelakaan kapal tanker serta pecah atau bocornya sumber minyak lepas pantai (Laws, 1981). Seperti halnya dampak masuknya senyawa protein dan karbohidrat ke dalam lingkungan perairan, senyawa lemak dan minyak juga dapat berpengaruh negatif terhadap kehidupan akuatik. Adanya lemak dan minyak dalam badan air dapat menyebabkan peningkatan turbiditas airsehingga mengurangi ketersediaan cahaya yang sangat diperlukan organisme fotosintetik di dalam air. Disamping itu, molekul lemak dan minyak berukuran besar akan mengendap di dasar perairan sehingga dapat.mengganggu aktivitas serta merusak kehidupan bentos dan daerah pemijahan ikan (spawning ground) dan meningkatkan BOD.
Selain itu, bahan-bahan anorganik juga dapat menjadi toksik dilamelebihi konsentrasi tertentu dalam lingkungan. Berikut ini adalah bahan-bahan toksik yang berupa senyawa kimia anorganik :

d. Asam dan alkali
Asam dan alkali dapat berasal dari buangan industri tekstil, bahan kimia, rekayasa dan industri metalurgi. Asam dan alkali jika masuk ke dalam tubuh organisme dapat mempengaruhi aktivitas berbagai enzim sehingga menimbulkan gangguan fisiologis, membinasakan organisme serta mempengaruhi daya racun atau toksisitas zat toksik lainnya.

e. Logam dan garam-garam logam
Berbagai unsur logam dan garam logam yang ada dapat berasal dari pelapukan tanah atau batuan, letusan volkanik, penambangan dan industri(penyamakan kulit,.kertas,.bahan.kimia,.rekayasa,.metalurgi.dan.industri pertanian). Dalam jumlah kecil beberapa jenis logam tertentu memang diperlukan organisme tetapi dalam konsentrasi tinggi semua.jenis.logam bersifat toksik. Logam.logam berat, yaitu unsur logam yang mempunyai massa atom lebih dari 20 seperti: besi (Fe), timbal (Pb), merkuri (Hg),kadmium (Cd), seng (Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni) dan arsen (As) umumnya berpengaruh buruk terhadap proses-proses biologi.Beberapa dampak keracunan logam berat antara lain:
1)      Bereaksinya kation logam berat dengan fraksi tertentu pada mukosa insang sehingga insang terselaputi oleh gumpalan lendir-logam berat dan hal tersebut dapat mengakibatkan organisme air mati lemas.
2)      Keracunan fisiologik karena logam berat berikatan dengan enzim yang berperanan penting dalam metabolisme.
3)      Merkuri (Hg) dan timbal (Pb) dapat berikatan dengan gugus sulfhidril (-SH) dalam protein sehingga akan mengubah bagian-bagian katalitiksuatu enzim.        
4)      Merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dapat menghambat pembentukan ATP dalam mitokondria serta dapat berikatandengan membran sel sehingga mengganggu proses transpor ion antar sel.
5)      Seng (Zn) dapat menghambat kerja sistem sitokrom dalam mitokondriakarena terganggunya transpor elektron antar sitokrom-b dan sitokrom-c.
6)      Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dapat menggantikan kedudukan Cadalam tulang sehingga menyebabkan terjadinya kerapuhan tulang
7)      Timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan krom (Cr) dapatterakumulasi dalam hati (hepar) dan ginjal (ren) sehingga dapatmenyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi kedua organ tersebut
8)      Merkuri (Hg), timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dapat mengakibatkankerusakan otak dan sistem saraf tepi (Dix, 1981).

f. Posfat dan nitrat
            Posfat dan nitrat dapat berasal dari erosi dan dekomposisi sisa-sisa bahan organik serta industri (susu/mentega/keju, bahan kimia, tungku kokas,rekayasa, metalurgi, dan industri pertanian). Akibat masuknya posfat dan nitrat ke dalam lingkungan perairan antara lain:
1) Eutrofikasi yang dicirikan oleh tingginya produksi biologik antara lain berupa ledakan komunitas alga (algal blooms). Jika suatu perairan dipenuhi oleh tumbuhan air baik makrofita maupun mikrofita (plankton),maka hal tersebut akan mengurangi.penetrasi.cahaya.dan.menghalangi proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. 2) Kematian massal algae yang diikuti dengan perombakan biologik akan menyebabkan terjadinya defisiensi oksigen terlarut dan menimbulkan bau tidak sedap.

3) Dalam usus manusia beberapa jenis bakteri dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit yang dapat berikatan dengan haemoglobin (Hb) membentuk methaemoglobin. Dengan terbentuknya methaemoglobindalam darah akan menyebabkan penurunan kapasitas angkut O2 oleh darah. Jika penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen tersebutterus berlanjut dan makin parch, maka dapat menyebabkan anoksia(methaemoglobin anemia atau penyakit (blue baby)  dalam tubuh manusia nitrit dapat mengalami perubahan lebih lanjutmenjadi amin atau nitrosamin yang dapat merangsang timbulnya kanker perut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara laboratorium dengan peneltian lapangan.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.



















DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta  : UI-Press
Darmono . 2006 . Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan        Toksikologi Seyawa Logam . Jakarta . UI-Press
Darmono . 2009 . Farmasi Forensik dan Toksikologi . Jakarta : UI-Press
Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu.
Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press.
Mun’im Idries, Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses   Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.
Mun’im Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TANAMAN AIR (GENJER)

ULAR LAUT PERUT KUNING

MAKALAH MEDIA MIKROBIA DAN PEWARNAAN (FPIK UB)