Status dan Peran Manusia sebagai Hamba Allah
Status dan Peran Manusia
sebagai Hamba Allah
Manusia sebagai makhluk pengemban amanah Allah berfungsi
sebagia hamba-Nya. Hamba Allah adalah orang yang taat dan patuh kepada perintah
Allah. Hakikat kehambaan kepada Allah adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah. Dalam hubungannya dengan tuhan,
manusia menempati posisi sebagai ciptaan dan Tuhan sebagai pencipta. Posisi ini
memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada
penciptanya. Hal ini sudah termaktub dalam Al-Qur’an tentang tujuan Allah
menciptakan manusia yakni untuk menyembah kepada-Nya (al-Dzariyat : 56 ).
Sebagai hamba Allah tanggung jawab
manusia adalah amat luas dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas
berarti disisi Allah jika dilakukan dalam rangka pengabdian kepada-Nya.
Maksudnya, sering kali ada perbuatan yang tampaknya dilakukan dalam urusan
duniawi ( seperti berdagang, bertani, mengajar, memiliki, membersihkan
lingkungan dan urusan dunia lainnya ) jika dilakukan dengan niat dan maksud
ibadah kepada-Nya seseorang telah melakukan dua fungsi ( sebagai hamba dan
khalifah ) sekaligus. Ganjarannya diperoleh dunia dan akhirat. Sebaliknya,
sesuatu pekerjaan besar yang telah banyak manfaatnya bagi manusia akan sia-sia
disisi Allah jika tidak disertai niat ibadah kepada-Nya.
Maka esensial dari kata ‘abd ( hamba ) adalah ketaatan,
ketundukan, dan kepatuhan. ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya
layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan,
ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Dalam hubungan dengan
tuhan, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Tuhan sebagai penciptanya
posisi memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia menghambakan diri kepada
Allah dan dilarang menghamba pada dirinya, serta menghambat kepada hawa nafsunya.
Kesediaan manusia untuk menghamba hanya kepada Allah dengan sepenuh hatinya,
akan mencegah kehambaan manusia terhadap manusia, baik dirinya maupun
sesamanya. Tanggungjawab abdullah
terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimilki, yang bersifat fluktuatif
( naik-turun ), yang dalam istilah hadits Nabi SAW dikatakan yazidu wa yanqushu ( terkadang bertambah
atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai
tanggungjawab terhadap keluarga merupakan lanjuta dari tanggungjawab terhadap
diri sendiri, karna memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah
memelihara iman keluarga. Oleh karena itu, dalam al-Qur’an menyatakan dengan qu anfusakum wa ahlikum nar ( jagalah
dirimu dan keluargamu dengan iman, dan neraka ).
Allah dengan ajaran-Nya ( abdullah ) untuk berlaku adil dan
ihsan. Oleh karena itu, tanggungjawab hamba Allah adalah menegakkan keadilan,
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Dengan berpedoman pada
ajaran Allah, seseorang hamba yang ditentukan kepada-Nya. Tanggungjawab manusia
secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu
Umar RA katanya; “ saya mendengar Rasulullah SAW bersabda bermaksud :
“ semua orrang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggung-jawabkan
terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam
keluarganya akan ditanya tentang pengembalanya. Seorang istri adalah pengembala
dirumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalanya. Seorang khadam juga
mengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalanya. Maka
semua orang dari kamu sekalia adalah dan akan ditanya tentang pengembalaannya.
“ (Muttafaq’alaih).
Allah menciptakan manusia ada
tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta untuk dikembalikan semula
kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang
dilakukan selama ia hidup didunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan
hakikat wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan atas
dirinya perlu dilakasanakan.
Hal itu dapat diaplikasikan dengan
senantiasa beribadah hanya kepada-nya. Hanya allah-lah yang disembah dan hanya
kepada Allah-lah manusia mohon pertolongan ( Al-Fatihah : 5 ). Beribadah kepada
allah merupakan prinsip hidup yang paling hakiki bagi orang islam, sehingga
perilakunya sehari-hari senantiasa mencerminkan pengabdian itu diatas
segala-galanya.
Menyembah allah semata, aetinya
hanya kepada allah lah segala pengabdian ditujukan. Allah adalah Tuhan Yang
Maha Esa, pencipta segala makhluk, tiada sekutu bagi-Nya baik Dia sebagai Tuhan
yang disembah maupun sebagai tuhan pemelihara alam semesta ini.
Pengingkaran manusia Dalam
penghambaan diri kepada Allah akan mengakibatkan dia menghamba kepada dirinya,
menghamba kepada hawa nafsunya, atau menghamba kepada sesama makhluk Allah. Menyembah,memohon
perlindungan atau apa saja perbuatan yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk,
atau mengangkat makhluk berkedudukan sebagai Tuhan disebut syirik. Orang yang
berbuat syrik disebut musyrik. Perbuatan syrik adalah kezaliman terbesar disisi
Allah. Perbuatan atau amal shaleh yang terwujud dalam fungsi manusia sebagai
khalifah akan berupaya mencegah kekejian moral dan kemungkaran yang mengancam
diri dan keluarganya. Oleh karena itu, abdullah
harus senantiasa melaksanakan shalat dalam rangka menghindarkan diri dari
kekejian dan kemungkaran ( al-fakhsya’i
wal-munkar ). Hamba-hamba Allah sebagai bagian dari ummah yang senantiasa
berbuat kebajikan juga diperintah untuk mengajak yang lain berbuat ma’ruf dan
mencegah kemunkaran ( Ali Imran : 103 ).
Tanggung Jawab Manusia
Sebagai Khalifah Allah
Al qur’an banyak memperkenalkan ayat
tentang hakikat dan juga sifat manusia sebagai makhluk yang menempati posisi
unggul. Jauh sebelum manuia di ciptakan, tuhan telah menyampaikan kepada
malaikat bahwa Dia akan menciptakan khalifah ( wakil) di muka bumi ( Al-Baqarah
: 30). Manusiah adalah khalifah Allah di muka bumi. Dia yang bertugas mengurus
bumi dengan seluruh isinya, dan memakmurkannya sebagai amanah dari Allah.
Sebaggai penguasa di bumi, manusia berkewajiban membudayakan alam semesta ini
guna menyiapkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Tugas dan kewajiban ini
merupakan ujian dari Allah kepada manusia, siapa diantaranya yang pling baik
menunaikan amanah itu
Dalam pelaksanaan kewajiban dan
amanah, semua manusia di pandang sama berdasarkan bidang dan keahliannya
masing-masing. Tidak ad kelebihan yang satu dari yag lainnya, kecuali yang
aling baik dalam menunaikan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini,
yang lebih banyak manfaatnya bagi kemanusiaan, atau dengan kata lain yng lebih
bertaqwa kepada Allah SWT. Perbedaan warna kulit, ras dan bangsa hanya sebagai
pertanda dan identitas dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.
Setiap orng memiliki hak dan kewaiban
yang sama. Islam tdak memberikan hal istimewa bagi seseorang atau segolongan
tertentu baik dalam bidang ibadah ritual, maupun dalam bidang politik, sosial
dan ekonomi. Setiap orng emiliki hak yang sama dalam kehidupan bermayarakat.
Oleh karena itu, islam menentang bentuk diskriminasi, baik diskriminasi
keturunan, maupun diskriminasi warna kulit, kesukuan, kebangsaan dan kekatyaan.
Konsekuensi kekhalifahan manusia di
muka bumi adalah membangun, mengolah dan memakmurkan bumi ini dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian kehidupan seorang muslim akan dipenuhi dengan
amaliahdan kerja keras yang tiada henti. Kerja keras bagi seorang muslim adalah
salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Manusia yang dianggap sebagai
kholifah tidak akan menjunjung tinggi tanggung jawab kekhalifahannya tanpa
dilengkapi dengan potensi-potensi yang memungkinkannya mampu melaksanakan
tugasnya. M. Quraish Shihab mengemukakan beberapa potensi tersebut yang
diberikan Allah kepada manusia sehubungan dengan kedudukannya sebagai khalifah
Allah di muka bumi. Yakni:
a. Kemampuan untuk mengetahui sifat, fungsi, dan kegunaan segala macam
benda ( Thaha:31). Melalui potensi ini manusia dapat menemukan hukum-hukum
dasar alam semesta, menyusun konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan
gagasan untuk melaksanakannya serta memiliki pandangan menyeluruh terhadapnya.
b. Pengalaman selama berada di surga baik yang manis seperti kedamaian dan
kesejahteraan, ( Al-Waqi’ah : 26 dan Thaha : 117). Maupun yang pait seperti
keluarnya Adam dan Hawa dari surga akibat terbujuk oleh rayuan syaitan.
Pengalaman ini amat berharga dalam mengalami rayuan syaitan di dunia, sekaligus
peringatan bahwa jangankan yang belum masuk surga, yang sudah masuk surga pun,
bila mengikuti rayuan syaitan akan di usir dari surga.
c. Tuhan telah menaklukkan dan memudahkan alam semesta ini untuk di olah
oleh manusia. Penaklukan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia sendiri (
Ibrahim : 32-33 dan Al- Zukhruf : 13). Perlu digarisbawahi bahwa kemidahan dan
penaklukan tersebut bersumber dari Allah. Dengan demikian, manusia dan seluruh
isi alam semesta itu mempunyai kedudukan yang sama dari segi ketundukan
(penghambaan diri ) kepada Allah.
d. Tuhan memberikan petunjuk kepada manusia selama berada di bumi ( Thaha
: 123).
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah
dan harus di pertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul
manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpian, wakil
Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang
kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasan yang diberikan kepada manusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada
di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai wakil Tuhan, Tuhan mengajarkan kepada manusia
kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan
terhadap hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat
menyusun konsep baru, serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam
kebudayaan.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan
mamilih dan menentukan, sehingga kebebasanya melahirkan kreatifitas yang dinamis.
Adnya kebebasan manusia dimuka bumi adalah karena kedudukannya untuk memimpin,
sehingga pemimpin tidak tunduk kepada siapapun, kecuali kepada yang di atas
yang memberikan kepemimpinan. Oleh karena itu, kebebasan manusia sebagai
khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah,
sehingga kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia berindak
sewenang-wenang. Kebebasan manusia dengan kahalifahannya merupakan implementasi
dari ketundukan dan ketaatan. Ia tidak tunduk dengan siapapun kecuali kepada
Allah, karena ia Hamba Allah yang hanya tunduk dan taat kepada Allah dan
kebenaran.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan
dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh
yang diwakilnya, yaitu hukum-hukum Tuhan baik yang tertulis dalam kitap suci
(Al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-Kaun). Seorang wakil yang melanggar
batas keentuan yang diwakili adalah
wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan
yang di wakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggung jawban terhadap
penggunaan kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. Fatir : 39 “dialah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (
akibat kekafirannya) menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir
itu tidak lain hanyalah akan menambah kemakmuran pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka”.
Dua peran yang dipegang manusia di muka
bumi, sebagai khalifah dn ‘abd merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab
yang melahirkan dinamika hidup, yang sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang
selalu berpuhak pada nilai-nlai- kebenaran. Oleh karena itu hidup seorang
muslim akan di penuhi dengan amaliah, kerjakeras yang tiada henti, sebab
bekerja sebagai orang muslim adalah membentuk amal saleh. Kedudukan manusia
dimuka bumi sebagai khalifah dan Juga sebagai hamba Allah, bukanlah dua hal
yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak terpisahkan. Kekhalifahan adalah realisasi dari
pengabdiannya kepada Allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini
tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi
ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan
derajat manusia meluncur jatuh ketigkat yang paling rendah, seperti difirmankan
oleh Allah SWT dalam surat al-Thin : 5-6.
Komentar
Posting Komentar