MANAJEMEN AIR
Oleh : Karma Iswasta Eka
Beberapa minggu terakhir ini jumlah daerah yang mengalami kekeringan di Indonesia (termasuk juga wilayah Banyumas) makin meluas. Kemungkinan besar kekeringan akan makin parah mengingat berdasarkan ramalan cuaca dari BMG hujan baru akan turun pada bulan Oktober. Fenomena kekeringan identik dengan masalah kekurangan air yang dikonsumsi manusia, dan muncul setiap musim kemarau. Sebaliknya banjir bandang selalu terjadi setiap musim hujan. Fenomena banjir identik dengan masalah kelebihan air yang tidak semestinya bagi kebutuhan manusia. Dua fenomena yang bertolak belakang ini baru terjadi pada dekade 80-an, namun tidak pada masa sebelumnya.
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk menopang ke-hidupan manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga listrik. Adapun masalah pengelolaan sumberdaya air yang sering di-jumpai dan dipergunakan untuk kegiatan pertanian dalam suatau Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah rasio debit yang besar. Akibatnya jika musim penghujan muncul banjir sebaliknya jika musim kemarau muncul kekeringan. Oleh karena itu masalah DAS tentunya memerlukan pertimbangan dalam berbagai aspek, ter-masuk disaat otonomi daerah mulai diberlakukan seperti saat ini.
Siklus hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air yang jatuh ke bumi sampai diuapkan kembali, kemudian jatuh ke bumi lagi (Ward, 1974). Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu meliputi proses presipitasi, evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, per-kolasi, aliran limpasan dan aliran air bawah tanah. Selanjutnya proses evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi dan aliran disebut sebagai komponen ketersediaan air.
Air yang berasal dari sumber-sumber air yang ada di permukaan bumi sebenarnya juga akan mengalir kembali ke sumber-sumber air tersebut. Proses pengaliran, pemasukan dan pengeluaran air yang selalu berputar itu tertata dalam daur air yang juga disebut sebagai daur hidrologi.
Seperti yang disebutkan di muka, air mempunyai sifat dan bentuk yang berbeda-beda, tergantung dalam kondisi apa air itu berada. Dengan kondisi itulah maka secara umum air di bumi pada dasarnya jumlahnya tetap, yang berbeda adalah bentuknya. Tabel 1 berikut ini menggambarkan bentuk-bentuk air beserta komposisinya. Dari tabel terlihat bahwa komposisi air di bumi ini memang akan bervariasi. Masing-masing penampung air (reservoir) mempunyai jumlah air yang berbeda-beda. Namun demikian dimanapun air berada akan tetap berputar sesuai dengan siklusnya.
Tabel 1. Volume air di permukaan bumi
Reservoir Volume
(cubic kmx10,000,000) Persentase
Lautan 1370 97.25
Kutub Es dan Glaciers 29 2.05
Air tanah 9.5 0.68
Danau 0.125 0.01
Kelembaban Tanah 0.065 0.005
Atmosfer 0.013 0.001
Sungai 0.0017 0.0001
Biosfer 0.0006 0.00004
Sumber: Water Environment Federation,2001
Air secara terus menerus berputar dalam bentuk reservoir yang ber-macam-macam. Daur air ini terjadi melalui proses evaporasi, kondensasi, presipitasi, deposisi, air larian, infiltrasi, sublimasi, transpirasi, pelelehan dan alir-an air tanah. Tabel 2 berikut mendeskripsikan waktu tinggal air dalam sebagian besar reservoir air. Secara umum, rata-rata air berbentuk baru di di sungai sekali dalam 16 hari. Air di atmosfer secara lengkap menempatkan kembali setiap 8 ha-ri. Laju yang lebih lambat berada di danau besar, glacier, tubuh lautan dan air ta-nah. Penggantian dalam reservoir ini dapat berlangsung dari ratusan sampai ri-buan tahun. Beberapa sumber air tersebut (khususnya air tanah) digunakan oleh manusia dengan kecepatan yang jauh melebihi kemampuan waktu perbaha-ruannya.
Tabel 2. Waktu tinggal air dalam beberapa reservoir.
Reservoir Perkiraan Waktu Tinggal
Glaciers 40 tahun
Penutupan salju
Musiman 0.4 tahun
Kelembaban Tanah 0.2 tahun
Air Tanah Dangkal 200 tahun
Air Tanah Dalam 10,000 tahun
Danau 100 tahun
Sungai 0.04 tahun
Air yang berada di bumi ini juga mempunyai volume atau jumlah yang berbeda-beda di setiap reservoirnya. Perbedaan jumlah itu kadang juga mempengaruhi penyediaan air untuk kebutuhan manusia. Dari siklus air tersebut, air hujan yang jatuh ke kawasan hutan dan pegu-nungan akan mengalami infiltrasi, dan sebagian akan menjadi air larian dan air permukaan. Air yang mengalami infiltrasi ke dalam tanah di tempat-tempat tertentu setelah mengalami proses perjalanan akan muncul ke permukaan kembali dalam bentuk mata air. Air sungai menampung air dari mata air dan sebagian juga dari air larian.
Beasley (1972) mengatakan bahwa sebelum aliran permukaan terjadi, jumlah hujan dalam keadaan lebih dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evapo-transpirasi, infiltrasi. Intersepsi, simpanan depresi dan cadangan depresi. Jumlah yang diintersepsi dan diuapkan selama hujan turun yang cukup lama sangat de-kat, sehingga berpengaruh kecil dalam mempengaruhi jumlah aliran permukaan. Pada sisi yang lain hujan yang kecil hampir semuanya diintersepsi oleh vegetasi yang lebat.
Jika melihat keterangan di atas sebenarnya kita tidak akan pernah kelebihan air dalam bentuk banjir, sebaliknya juga tidak akan mengalami kekurangan air dalambentuk kekeringan. Fenomena itu selama ini memberikan cap pada fenomena la nina dan el nino sebagai kambing hitamnya. Namun jika melihat waktu-waktu sebelumnya sebenarnya semua itu juga sebagai akibat kesalahan manusia dalam mengelola air. Tegasnya manajemen air kita memang sudah parah.
Berapa banyak hutan yang mestinya berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir dibabat, sebaliknya juga tidak bisa menyalurkan air ketika musim kemarau tiba. Dengan kondisi seperti itu akibatnya ketika musim hujan air dibuang sia-sia, sangat sedikit yang terinfiltrasi ke dalam tanah yang nantinya bermanfaat ketika musim kemarau. Sebaliknya ketika musim kemarau tidak ada lagi air yang tersisa karena manusia tidak mau menabung air di dalam tanahnya.
Sebagai sebuah negara, Indonesia merupakan salah satu negara ber-kembang yang mengeluarkan Agenda 21 Indonesia mengenai strategi pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal dan nasional pada tahun 1997 serta memiliki Agenda 21 sektoral yang dapat dijadikan dasar di dalam meningkatkan pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan. Indonesia meratifikasi seluruh konvensi hasil UNCED 1992 (UNFCCC, UNCBD dan UNCCD) dan memiliki perangkat normatif penunjang pelaksanaan agenda pembangunan. Salah satu bagian dari Agenda 21 Indonesia itu adalah Penatagunaan Sumberdaya Tanah (Bab 12), Pengelolaan Hutan (Bab 13), Pengelolaan Sumberdaya Air (Bab 15).
Dengan melihat hal tersebut sudah semestinya jika kita tanpa kecuali mempunyai kewajiban untuk mengelola sumber air kita. Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk mengembalikan agar tidak kelebihan air di musim kemarau dan kekurangan air di musim kemarau adalah dengan reboisasi tanah-tanah gundul, mengembalikan fungsi hutan lindung dalam fungsi semula. Bukan mengubah hutan untuk perkebunan kentang atau kawasan komersial lainnya dengan alasan otonomi daerah. Jumlah hutan ideal memang 30 % dari luas wilayah. Namun kondisi tersebut barangkali sudah sulit dikembalikan. Cara yang praktis barangkali dengan mengurangi betonisasi tanah-tanah di sekitar kita, biarkan tetap terbuka agar air dapat meresap ke dalam tanah. Melalui kewenangan pemberian IMBnya barangkali PEMDA juga dapat mensyaratkan pembuatan satu sumur resapan setiap satu perijinan IMB. Paling tidak dengan cara-cara itu dapat mengurangi bencana banjir tahunan maupun bencana kekeringan.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
************
Dosen lingkungan P. Biologi UMP
Tinggal di Tanjung Elok.
Gambar 4. Volumeair di masing-masing reservoir air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan terbagi menjadi 3 faktor, yaitu faktor meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama dan agihan presipitasi, suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tekanan udara. Faktor kedua adalah faktor DAS yang berupa bentuk DAS, kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi dan jaringan drainase. Faktor ketiga adalah faktor manusia (Seyhan, 1977). Faktor-faktor tersebut langsung atau tidak lang-sung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang berada dalam DAS tersebut.
Aliran sungai merupakan air yang mengalir di dalam sungai, berasal dari aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air tanah. Aliran permu-kaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran. Saluran yang dimaksud adalah sebaran depresi yang dapat menyalurkan air dalam aliran turbulen selama hujan atau beberapa saat setelah hujan. Jumlah aliran permukaan kecil apabila hujan tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Aliran permu-kaan akan penting sebagai faktor dalam aliran sungai saat terjadi hujan lebat dengan intensitas tinggi.
Pada semua DAS, tanah selain berfungsi sebagai media tempat tum-buhnya vegetasi dan tanaman, juga berfungsi sebagai pengatur tata air dan erosi (Wiersum, 1979). Dengan demikian ada kaitan antara tata air dengan jenis ta-naman. Tanah yang tidak ditanami akan mempunyai tata air yang jelek, seba-liknya tanah yang ditanami dengan vegetasi yang lebat akan mempunyai tata air yang baik karena akar-akar dapat mengikat air supaya masuk ke dalam tanah.
Sebagai produk alami yang heterogen dan dinamis, tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertang-gung jawab atas peredaran udara, bahang, air dan zat terlarut melalui tanah (Sanchez, 1992). Kerusakan tanah berupa kemunduran sifat kimia dan fisik ta-nah, seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan memburuknya sifat fisik yang tercermin antara lain pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemam-puan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan kebutuhan penetrasi tanah, struktur tanah. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas. Lapisan tanah setebal 15 sampai 30 cm mempunyai sifat kimia dan fisik yang lebih baik dari lapisan yang lebih bawah (Arsyad, 1989)
Lebih lanjut Arsyad (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang me-nentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah yang sebagian ditentukan oleh tekstur dan kandungan air. Laju infiltrasi terbesar terjadi pada
kandungan air yang rendah dan sedang. Makin tinggi kadar air hingga keadaan jenuh air, maka laju infiltrasi menurun hingga mencapai minimum dan konstan.
Bahan organik sangat besar pengaruhnya dalam pengaturan tata air. Ba-han organik berpenegaruh pada meresapnya air ke dalam tanah, daya pegang air dan memantapkan agregat tanah. Bahan organik juga dapat mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan kapasitas infiltrasi. Itu semua berkaitan erat juga dengan permeabilitas tanah.
Permeabilitas tanah adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam ta-nah dengan arah horizontal maupun vertikal. Dengan kata lain permeabilitas ta-nah adalah cepat lambatnya tanah meloloskan air ke dalam keadaan jenuh.
Oleh : Karma Iswasta Eka
Beberapa minggu terakhir ini jumlah daerah yang mengalami kekeringan di Indonesia (termasuk juga wilayah Banyumas) makin meluas. Kemungkinan besar kekeringan akan makin parah mengingat berdasarkan ramalan cuaca dari BMG hujan baru akan turun pada bulan Oktober. Fenomena kekeringan identik dengan masalah kekurangan air yang dikonsumsi manusia, dan muncul setiap musim kemarau. Sebaliknya banjir bandang selalu terjadi setiap musim hujan. Fenomena banjir identik dengan masalah kelebihan air yang tidak semestinya bagi kebutuhan manusia. Dua fenomena yang bertolak belakang ini baru terjadi pada dekade 80-an, namun tidak pada masa sebelumnya.
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk menopang ke-hidupan manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga listrik. Adapun masalah pengelolaan sumberdaya air yang sering di-jumpai dan dipergunakan untuk kegiatan pertanian dalam suatau Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah rasio debit yang besar. Akibatnya jika musim penghujan muncul banjir sebaliknya jika musim kemarau muncul kekeringan. Oleh karena itu masalah DAS tentunya memerlukan pertimbangan dalam berbagai aspek, ter-masuk disaat otonomi daerah mulai diberlakukan seperti saat ini.
Siklus hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air yang jatuh ke bumi sampai diuapkan kembali, kemudian jatuh ke bumi lagi (Ward, 1974). Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu meliputi proses presipitasi, evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, per-kolasi, aliran limpasan dan aliran air bawah tanah. Selanjutnya proses evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi dan aliran disebut sebagai komponen ketersediaan air.
Air yang berasal dari sumber-sumber air yang ada di permukaan bumi sebenarnya juga akan mengalir kembali ke sumber-sumber air tersebut. Proses pengaliran, pemasukan dan pengeluaran air yang selalu berputar itu tertata dalam daur air yang juga disebut sebagai daur hidrologi.
Seperti yang disebutkan di muka, air mempunyai sifat dan bentuk yang berbeda-beda, tergantung dalam kondisi apa air itu berada. Dengan kondisi itulah maka secara umum air di bumi pada dasarnya jumlahnya tetap, yang berbeda adalah bentuknya. Tabel 1 berikut ini menggambarkan bentuk-bentuk air beserta komposisinya. Dari tabel terlihat bahwa komposisi air di bumi ini memang akan bervariasi. Masing-masing penampung air (reservoir) mempunyai jumlah air yang berbeda-beda. Namun demikian dimanapun air berada akan tetap berputar sesuai dengan siklusnya.
Tabel 1. Volume air di permukaan bumi
Reservoir Volume
(cubic kmx10,000,000) Persentase
Lautan 1370 97.25
Kutub Es dan Glaciers 29 2.05
Air tanah 9.5 0.68
Danau 0.125 0.01
Kelembaban Tanah 0.065 0.005
Atmosfer 0.013 0.001
Sungai 0.0017 0.0001
Biosfer 0.0006 0.00004
Sumber: Water Environment Federation,2001
Air secara terus menerus berputar dalam bentuk reservoir yang ber-macam-macam. Daur air ini terjadi melalui proses evaporasi, kondensasi, presipitasi, deposisi, air larian, infiltrasi, sublimasi, transpirasi, pelelehan dan alir-an air tanah. Tabel 2 berikut mendeskripsikan waktu tinggal air dalam sebagian besar reservoir air. Secara umum, rata-rata air berbentuk baru di di sungai sekali dalam 16 hari. Air di atmosfer secara lengkap menempatkan kembali setiap 8 ha-ri. Laju yang lebih lambat berada di danau besar, glacier, tubuh lautan dan air ta-nah. Penggantian dalam reservoir ini dapat berlangsung dari ratusan sampai ri-buan tahun. Beberapa sumber air tersebut (khususnya air tanah) digunakan oleh manusia dengan kecepatan yang jauh melebihi kemampuan waktu perbaha-ruannya.
Tabel 2. Waktu tinggal air dalam beberapa reservoir.
Reservoir Perkiraan Waktu Tinggal
Glaciers 40 tahun
Penutupan salju
Musiman 0.4 tahun
Kelembaban Tanah 0.2 tahun
Air Tanah Dangkal 200 tahun
Air Tanah Dalam 10,000 tahun
Danau 100 tahun
Sungai 0.04 tahun
Air yang berada di bumi ini juga mempunyai volume atau jumlah yang berbeda-beda di setiap reservoirnya. Perbedaan jumlah itu kadang juga mempengaruhi penyediaan air untuk kebutuhan manusia. Dari siklus air tersebut, air hujan yang jatuh ke kawasan hutan dan pegu-nungan akan mengalami infiltrasi, dan sebagian akan menjadi air larian dan air permukaan. Air yang mengalami infiltrasi ke dalam tanah di tempat-tempat tertentu setelah mengalami proses perjalanan akan muncul ke permukaan kembali dalam bentuk mata air. Air sungai menampung air dari mata air dan sebagian juga dari air larian.
Beasley (1972) mengatakan bahwa sebelum aliran permukaan terjadi, jumlah hujan dalam keadaan lebih dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evapo-transpirasi, infiltrasi. Intersepsi, simpanan depresi dan cadangan depresi. Jumlah yang diintersepsi dan diuapkan selama hujan turun yang cukup lama sangat de-kat, sehingga berpengaruh kecil dalam mempengaruhi jumlah aliran permukaan. Pada sisi yang lain hujan yang kecil hampir semuanya diintersepsi oleh vegetasi yang lebat.
Jika melihat keterangan di atas sebenarnya kita tidak akan pernah kelebihan air dalam bentuk banjir, sebaliknya juga tidak akan mengalami kekurangan air dalambentuk kekeringan. Fenomena itu selama ini memberikan cap pada fenomena la nina dan el nino sebagai kambing hitamnya. Namun jika melihat waktu-waktu sebelumnya sebenarnya semua itu juga sebagai akibat kesalahan manusia dalam mengelola air. Tegasnya manajemen air kita memang sudah parah.
Berapa banyak hutan yang mestinya berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir dibabat, sebaliknya juga tidak bisa menyalurkan air ketika musim kemarau tiba. Dengan kondisi seperti itu akibatnya ketika musim hujan air dibuang sia-sia, sangat sedikit yang terinfiltrasi ke dalam tanah yang nantinya bermanfaat ketika musim kemarau. Sebaliknya ketika musim kemarau tidak ada lagi air yang tersisa karena manusia tidak mau menabung air di dalam tanahnya.
Sebagai sebuah negara, Indonesia merupakan salah satu negara ber-kembang yang mengeluarkan Agenda 21 Indonesia mengenai strategi pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal dan nasional pada tahun 1997 serta memiliki Agenda 21 sektoral yang dapat dijadikan dasar di dalam meningkatkan pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan. Indonesia meratifikasi seluruh konvensi hasil UNCED 1992 (UNFCCC, UNCBD dan UNCCD) dan memiliki perangkat normatif penunjang pelaksanaan agenda pembangunan. Salah satu bagian dari Agenda 21 Indonesia itu adalah Penatagunaan Sumberdaya Tanah (Bab 12), Pengelolaan Hutan (Bab 13), Pengelolaan Sumberdaya Air (Bab 15).
Dengan melihat hal tersebut sudah semestinya jika kita tanpa kecuali mempunyai kewajiban untuk mengelola sumber air kita. Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk mengembalikan agar tidak kelebihan air di musim kemarau dan kekurangan air di musim kemarau adalah dengan reboisasi tanah-tanah gundul, mengembalikan fungsi hutan lindung dalam fungsi semula. Bukan mengubah hutan untuk perkebunan kentang atau kawasan komersial lainnya dengan alasan otonomi daerah. Jumlah hutan ideal memang 30 % dari luas wilayah. Namun kondisi tersebut barangkali sudah sulit dikembalikan. Cara yang praktis barangkali dengan mengurangi betonisasi tanah-tanah di sekitar kita, biarkan tetap terbuka agar air dapat meresap ke dalam tanah. Melalui kewenangan pemberian IMBnya barangkali PEMDA juga dapat mensyaratkan pembuatan satu sumur resapan setiap satu perijinan IMB. Paling tidak dengan cara-cara itu dapat mengurangi bencana banjir tahunan maupun bencana kekeringan.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
************
Dosen lingkungan P. Biologi UMP
Tinggal di Tanjung Elok.
Gambar 4. Volumeair di masing-masing reservoir air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan terbagi menjadi 3 faktor, yaitu faktor meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama dan agihan presipitasi, suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tekanan udara. Faktor kedua adalah faktor DAS yang berupa bentuk DAS, kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi dan jaringan drainase. Faktor ketiga adalah faktor manusia (Seyhan, 1977). Faktor-faktor tersebut langsung atau tidak lang-sung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang berada dalam DAS tersebut.
Aliran sungai merupakan air yang mengalir di dalam sungai, berasal dari aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air tanah. Aliran permu-kaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran. Saluran yang dimaksud adalah sebaran depresi yang dapat menyalurkan air dalam aliran turbulen selama hujan atau beberapa saat setelah hujan. Jumlah aliran permukaan kecil apabila hujan tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Aliran permu-kaan akan penting sebagai faktor dalam aliran sungai saat terjadi hujan lebat dengan intensitas tinggi.
Pada semua DAS, tanah selain berfungsi sebagai media tempat tum-buhnya vegetasi dan tanaman, juga berfungsi sebagai pengatur tata air dan erosi (Wiersum, 1979). Dengan demikian ada kaitan antara tata air dengan jenis ta-naman. Tanah yang tidak ditanami akan mempunyai tata air yang jelek, seba-liknya tanah yang ditanami dengan vegetasi yang lebat akan mempunyai tata air yang baik karena akar-akar dapat mengikat air supaya masuk ke dalam tanah.
Sebagai produk alami yang heterogen dan dinamis, tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertang-gung jawab atas peredaran udara, bahang, air dan zat terlarut melalui tanah (Sanchez, 1992). Kerusakan tanah berupa kemunduran sifat kimia dan fisik ta-nah, seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan memburuknya sifat fisik yang tercermin antara lain pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemam-puan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan kebutuhan penetrasi tanah, struktur tanah. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas. Lapisan tanah setebal 15 sampai 30 cm mempunyai sifat kimia dan fisik yang lebih baik dari lapisan yang lebih bawah (Arsyad, 1989)
Lebih lanjut Arsyad (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang me-nentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah yang sebagian ditentukan oleh tekstur dan kandungan air. Laju infiltrasi terbesar terjadi pada
kandungan air yang rendah dan sedang. Makin tinggi kadar air hingga keadaan jenuh air, maka laju infiltrasi menurun hingga mencapai minimum dan konstan.
Bahan organik sangat besar pengaruhnya dalam pengaturan tata air. Ba-han organik berpenegaruh pada meresapnya air ke dalam tanah, daya pegang air dan memantapkan agregat tanah. Bahan organik juga dapat mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan kapasitas infiltrasi. Itu semua berkaitan erat juga dengan permeabilitas tanah.
Permeabilitas tanah adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam ta-nah dengan arah horizontal maupun vertikal. Dengan kata lain permeabilitas ta-nah adalah cepat lambatnya tanah meloloskan air ke dalam keadaan jenuh.
Komentar
Posting Komentar